Kita semua manusia di dunia ini, tidak pernah terlepas dari berbuat dosa, maksiat, kekeliruan dan kesalahan. Namun dengan kemuliaan ajaran Islam, adalah bahwa apabila seorang hamba Allah melakukan perbuatan dosa, maka Allah pun telah menyediakan baginya jalan-jalan berupa amalan-amalan ibadah yang bisa menghapus dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan tersebut. Yakni melalui pintau taubat.

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Artinya: “Setiap anak Adam sering melakukan dosa dan sebaik-baik
orang yang melakukan dosa adalah mereka yang bertaubat”. (H.R. Ibnu
Majah).Padahal kalau dipikir, bagaimanakah manusia berbuat dosa, padahal seluruh nikmat sudah Allah berikan tanpa batas.
Allah mengingatkan di dalam ayat:
{وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Artinya: “Dan Dia (Allah) telah memberikan kepadamu (keperluanmu)
dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung
nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia
itu, sangat lalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”. (Q.S. Ibrahim [14]: 34).Manusia beriman pun telah Allah peringatkan agar memperhatikan bagaimana akibat dari orang-orang yang telah berbuat dosa, lalu Alah binasakan. Beberapa ayat menyebutkan:
قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ
Artinya: Katakanlah: “Berjalanlah kamu (di muka) bumi, lalu perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang berdosa”. (Q.S. An Naml [27]: 69).
أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ
فَيَنْظُرُوا كَيْفَ أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ
قَرْنٍ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ مَا لَمْ نُمَكِّنْ لَكُمْ
وَأَرْسَلْنَا السَّمَاءَ عَلَيْهِمْ مِدْرَارًا وَجَعَلْنَا الْأَنْهَارَ
تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمْ فَأَهْلَكْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ وَأَنْشَأْنَا
مِنْ بَعْدِهِمْ قَرْنًا آخَرِينَ
Artinya: “Apakah mereka tidak
memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum
mereka, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan
Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan
sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka
karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi
yang lain”. (Q.S. Al An’am [6]: 6).
Namun, walaupun demikian, jika manusia
berbuat dosa, tapi dibiarkan terus, maka walaupun itu dianggap dosa
kecil lama-lama menjadi besar juga. Hingga kemudian jika mereka berbuat
dosa yang sesungguhnya besar, mereka pun menganggapnya biasa saja.
Dosa walaupun kelihatannya kecil, tapi dapat menjadi dosa besar jika :
dilakukan terus menerus, pelakunya menganggap remeh, merasa gembira
dengan dosa, dilakukan terang-terangan serta perbuatan dosanya itu
diikuti oleh orang lain.Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan di dalam sabda-sabdanya:
إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالاً هِىَ
أَدَقُّ فِى أَعْيُنِكُمْ مِنَ الشَّعَرِ ، إِنْ كُنَّا نَعُدُّهَا عَلَى
عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُوبِقَاتِ
Artinya: “Sesungguhnya kalian melakukan suatu amalan dan
menyangka bahwa itu lebih tipis dari rambut. Namun kami menganggapnya di
masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai sesuatu yang
membinasakan.” (H.R. Bukhari dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu).
إِنَّ المُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ
قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ، وَإِنَّ الفَاجِرَ
يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ
Artinya: “Sesungguhnya orang yang beriman melihat dosa-dosanya
seperti ketika duduk di bawah gunung, dia takut kalau gunung tersebut
jatuh menimpanya. Adapun orang yang maksiat melihat dosa-dosanya seperti
seekor lalat yang lewat (terbang) di depan hidungnya.” (H.R. Bukhari).
مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً
فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ
يُنْقَصَ مِنْ أُجُوْرِهمْ شَيْءٌ. وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً
سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ
بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُنْقَصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ.
Artinya: “Barangsiapa mencontohkan suatu perbuatan baik di dalam Islam,
maka ia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang-orang yang
mengamalkannya setelahnya dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan
barang siapa mencontohkan suatu perbuatan buruk di dalam Islam,
maka ia akan memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang
mengamalkannya setelahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (H.R. Muslim).
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً
نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ
وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى
تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ
اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ
رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ)
Artinya: “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila
ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya
dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan
titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan
“ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya),
‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka
usahakan itu menutupi hati mereka”. (H.R. At–Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Ahmad dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
Ibnu Taimiyah menyebutkan perkataan Hudzaifah dalam fatwanya, bahwa Hudzaifah berkata, “Iman membuat hati nampak putih bersih. Jika seorang hamba bertambah imannya, hatinya akan semakin putih. Jika kalian membelah hati orang beriman, kalian akan melihatnya putih bercahaya. Sedangkan kemunafikan membuat hati tampak hitam kelam. Jika seorang hamba bertambah kemunafikannya, hatinya pun akan semakin gelap. Jika kalian membelah hati orang munafik, maka kalian akan melihatnya hitam mencekam”.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, “Jika dosa semakin bertambah, maka itu akan menutupi hati pemiliknya”.
Inilah di antara dampak bahaya dosa dan maksiat bagi hati. Setiap maksiat membuat hati tertutup noda hitam dan lama kelamaan hati tersebut jadi tertutup. Jika hati itu tertutup, apakah mampu ia menerima seberkas cahaya kebenaran? Sungguh sangat tidak mungkin.
Ibnul Qayyim melanjutkan, “Jika hati sudah semakin gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran”.
Dosa Besar yang Dianggap Biasa
Imam Al-Hafizh Adz-Dzahabi di dalam Kitab Al-Kaba`ir (dosa-dosa besar) menyebutkan, ada sedikitnya “76 Dosa Besar yang Dianggap Biasa”, yaitu:
Ibnu Taimiyah menyebutkan perkataan Hudzaifah dalam fatwanya, bahwa Hudzaifah berkata, “Iman membuat hati nampak putih bersih. Jika seorang hamba bertambah imannya, hatinya akan semakin putih. Jika kalian membelah hati orang beriman, kalian akan melihatnya putih bercahaya. Sedangkan kemunafikan membuat hati tampak hitam kelam. Jika seorang hamba bertambah kemunafikannya, hatinya pun akan semakin gelap. Jika kalian membelah hati orang munafik, maka kalian akan melihatnya hitam mencekam”.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, “Jika dosa semakin bertambah, maka itu akan menutupi hati pemiliknya”.
Inilah di antara dampak bahaya dosa dan maksiat bagi hati. Setiap maksiat membuat hati tertutup noda hitam dan lama kelamaan hati tersebut jadi tertutup. Jika hati itu tertutup, apakah mampu ia menerima seberkas cahaya kebenaran? Sungguh sangat tidak mungkin.
Ibnul Qayyim melanjutkan, “Jika hati sudah semakin gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran”.
Dosa Besar yang Dianggap Biasa
Imam Al-Hafizh Adz-Dzahabi di dalam Kitab Al-Kaba`ir (dosa-dosa besar) menyebutkan, ada sedikitnya “76 Dosa Besar yang Dianggap Biasa”, yaitu:
- Syirik (menyekutukan Allah).
2. Membunuh orang lain tanpa haq.
3. Sihir.
4. Meninggalkan shalat.
5. Tidak membayar zakat.
6. Durhaka kepada orang tua.
7. Memakan riba.
8. Memakan harta anak yatim secara dzalim.
9. Dusta atas nama Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.
10. Tidak berpuasa pada bulan Ramadhan tanpa udzur dan tanpa rukhshah.
11. Melarikan diri dari pertempuran.
12. Sebagian zina lebih besar dosanya daripada sebagian lainnya.
13. Pemimpin yang berkhianat, dzalim, dan bengis kepada rakyatnya.
14. Minum khamr walaupun tidak sampai mabuk.
15. Sombong, bangga diri, angkuh, ujub, dan congkak.
16. Kesaksian palsu.
17. Homo seksual.
18. Menuduh wanita baik-baik melakukan zina.
19. Berkhianat mengambil harta ghanimah, baitul mal, dan zakat.
20. Berbuat dzalim dengan mengambil harta orang lain secara bathil.
21. Mencuri.
22. Merampok di jalanan.
23. Sumpah dusta.
24. Gemar berkata bohong.
25. Bunuh diri.
26. Hakim yang jahat.
27. Membiarkan perbuatan keji pada isterinya.
28. Perempuan menyerupai laki-laki dan laki-laki menyerupai perempuan.
29. Al-muhallil (orang yang menikahi seorang perempuan yang ditalak tiga oleh suami sebelumnya, dia menikahinya bukan untuk membina rumah tangga, tapi untuk dia ceraikan kembali setelah menggaulinya, agar suami pertamanya tersebut halal utk menikahinya kembali) dan al-muhallal lahu (suami sebelumnya yang nikah tahlil dilakukan untuknya, agar dia dapat kembali menikahi istrinya yang telah diceraikannya dengan talak tiga tsb).
30. Memakan bangkai, darah, dan daging babi.
31. Tidak bersuci dari buang air kecil padahal itu adalah syiar kaum Nasrani.
32. Melakukan pungutan liar.
33. Riya’ termasuk bentuk kemunafikan.
34. Berkhianat.
35. Menuntut ilmu (hanya) untuk dunia dan menyembunyikan ilmu.
36. Menyebut-nyebut kebaikan yang pernah diberikan pada orang lain.
37. Mendustakan qadar/takdir Allah.
38. Menguping omongan rahasia orang lain.
39. Melaknat.
40. Mengkhianati pemimpin dan lainnya.
41. Membenarkan dukun dan ahli nujum.
42. Pembangkangan isteri kepada suaminya.
43. Memutuskan ikatan silaturahim (dengan kerabat dekat).
44. Menggambar (makhluk hidup) di pakaian, dinding, dan semacamnya.
45. Mengadu domba.
46. Meratapi dan menampar pipi (saat musibah kematian menimpa).
47. Menghina nasab.
48. Perbuatan melampaui batas (berbuat kerusakan).
49. Memberontak dengan senjata dan mengkafirkan karena dosa-dosa besar.
50. Menyakiti kaum muslimin dan mencaci mereka.
51. Menyakiti para kekasih Allah dan memusuhi mereka.
52. Menjulurkan pakaian melebihi mata kaki sebagai bentuk keangkuhan.
53. Memakai kain sutera dan emas bagi laki-laki.
54. Budak yang melarikan diri (dari tuannya).
55. Menyembelih untuk selain Allah.
56. Merubah patok-patok/batas-batas tanah.
57. Mencela para tokoh shahabat Nabi.
58. Mencela kaum Anshar secara umum.
59. Mengajak kepada kesesatan dan memberikan contoh jalan hidup yang buruk.
60. Perempuan yang menyambung rambut, merenggangkan gigi, dan bertato.
61. Orang yang menunjuk saudaranya (sesama muslim) dengan sebatang besi.
62. Orang yang mengklaim (penisbatan dirinya) kepada selain bapaknya.
63. Thiyarah (merasa pesimis karena burung dan semacamnya).
64. Minum menggunakan wadah emas dan perak.
65. Jidal (debat), berbantah-bantahan, dan bertengkar.
66. Mengebiri hamba sahaya atau memotong hidungnya atau menyiksanya secara dzalim dan semena-mena.
67. Mencurangi timbangan dan takaran (dalam jual-beli).
68. Merasa aman dari makar (pembalasan) Allah.
69. Putus asa dari rahmat Allah.
70. Mengingkari kebaikan orang lain kepadanya.
71. Menahan kelebihan air.
72. Memberi cap wajah hewan ternak dengan besi panas.
73. Berjudi,
74. Berbuat kekufuran (kedzaliman) di daerah haram.
75. Meninggalkan shalat Jumat tanpa udzur syar’i.
76. Memata-matai kaum muslimin dan menyebarkan aib mereka.
0 komentar:
Posting Komentar