Semoga kisah ini bisa membuat kita
merenung sejenak, apa yang telah di lakukan ibu kita hingga kita menjadi
seperti saat ini. Begitu banyak pengorbanan yang telah dilakukannya
untuk membahagiakan kita...
”Berbaktilah pada Ibumu, Ibumu, Ibumu”.
KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA
Kisah bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : “Makanlah nak, aku masih kenyang”.
KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA
Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di sungai dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera.
Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping ku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan”.
KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA
Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata : “Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata : “Kamu tidurlah duluan, aku belum mengantuk”
KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT
”Berbaktilah pada Ibumu, Ibumu, Ibumu”.
KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA
Kisah bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : “Makanlah nak, aku masih kenyang”.
KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA
Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di sungai dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera.
Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping ku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan”.
KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA
Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata : “Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata : “Kamu tidurlah duluan, aku belum mengantuk”
KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi
ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang
tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa
jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian
sudah selesai. Ibu
dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam
botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat
dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental.
Lihat ibu yang dibanjiri peluh, saya selekasnya memberi gelasku untuk ibu sembari menyuruhnya minum. Ibu berkata : “Minumlah nak, saya tak haus! ”.
Sesudah kepergian bapak lantaran sakit, ibu yang malang mesti merangkap sebagai bapak serta ibu. Dengan berdasar pada pekerjaan dia yang dahulu, dia mesti membiayai keperluan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita juga makin sulit serta sulit. Tidak ada hari tanpa ada penderitaan.
Lihat keadaan keluarga yang makin kronis, ada seseorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku juga menolong ibuku baik permasalahan besar ataupun permasalahan kecil. Tetangga yang ada di samping tempat tinggal lihat kehidupan kita yang demikian sengsara, kerapkali memberikan nasehat ibuku untuk menikah lagi. Namun ibu yang memanglah keras kepala tak menghiraukan saran mereka, ibu berkata : “Saya lebih suka sendiri bersamamu”.
Sesudah saya, telah tamat dari sekolah serta bekerja, ibu yang telah tua telah waktunya pensiun. Namun ibu tidak ingin, ia ikhlas untuk pergi ke pasar tiap-tiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk penuhi keperluan hidupnya. Kakakku serta abangku yang bekerja diluar kota kerap kirim sedikit duit untuk menolong penuhi keperluan ibu, namun ibu bersikukuh tidak ingin terima duit itu. Terlebih kirim balik duit itu. Ibu berkata : Ibu masihlah miliki duit”.
KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH
Sesudah lulus dari S1, saya juga meneruskan studi ke S2 serta lalu peroleh gelar master di satu kampus terkenal di Amerika karena satu beasiswa di satu perusahaan. Pada akhirnya saya juga bekerja di perusahaan itu. Dengan upah yang lumayan tinggi, saya punya maksud membawa ibuku untuk nikmati hidup di Amerika. Namun ibu yang baik hati, punya maksud tidak ingin merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku “Aku lebih sukai disini”.
Sesudah masuk usianya yang tua, ibu terserang penyakit kanker, mesti dirawat dirumah sakit, saya yang ada jauh di seberang samudra atlantik segera selekasnya pulang untuk menjenguk ibunda terkasih. Saya lihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya sesudah melakukan operasi. Ibu yang keliatan begitu tua, memandang saya dengan penuh kerinduan.
Meskipun senyum yang menyebar di berwajah berkesan agak kaku lantaran sakit yang ditahannya. Tampak dengan terang begitu penyakit itu menjamahi badan ibuku hingga ibuku tampak lemah serta kurus kering. Saya sembari memandang ibuku sembari berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali lihat ibuku dalam keadaan seperti ini. Namun ibu dengan tegarnya berkata : “Jangan menangis anakku, Saya tak kesakitan”
Sesudah mengatakan kebohongannya yang kedelapan, Ibuku terkasih tutup matanya untuk yang paling akhir kalinya.
Sekiranya bermanfaat tolong dibagikan artikel ini, semoga dicatat sebagai amal ibadah....Amin....!!
Lihat ibu yang dibanjiri peluh, saya selekasnya memberi gelasku untuk ibu sembari menyuruhnya minum. Ibu berkata : “Minumlah nak, saya tak haus! ”.
Sesudah kepergian bapak lantaran sakit, ibu yang malang mesti merangkap sebagai bapak serta ibu. Dengan berdasar pada pekerjaan dia yang dahulu, dia mesti membiayai keperluan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita juga makin sulit serta sulit. Tidak ada hari tanpa ada penderitaan.
Lihat keadaan keluarga yang makin kronis, ada seseorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku juga menolong ibuku baik permasalahan besar ataupun permasalahan kecil. Tetangga yang ada di samping tempat tinggal lihat kehidupan kita yang demikian sengsara, kerapkali memberikan nasehat ibuku untuk menikah lagi. Namun ibu yang memanglah keras kepala tak menghiraukan saran mereka, ibu berkata : “Saya lebih suka sendiri bersamamu”.
Sesudah saya, telah tamat dari sekolah serta bekerja, ibu yang telah tua telah waktunya pensiun. Namun ibu tidak ingin, ia ikhlas untuk pergi ke pasar tiap-tiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk penuhi keperluan hidupnya. Kakakku serta abangku yang bekerja diluar kota kerap kirim sedikit duit untuk menolong penuhi keperluan ibu, namun ibu bersikukuh tidak ingin terima duit itu. Terlebih kirim balik duit itu. Ibu berkata : Ibu masihlah miliki duit”.
KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH
Sesudah lulus dari S1, saya juga meneruskan studi ke S2 serta lalu peroleh gelar master di satu kampus terkenal di Amerika karena satu beasiswa di satu perusahaan. Pada akhirnya saya juga bekerja di perusahaan itu. Dengan upah yang lumayan tinggi, saya punya maksud membawa ibuku untuk nikmati hidup di Amerika. Namun ibu yang baik hati, punya maksud tidak ingin merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku “Aku lebih sukai disini”.
Sesudah masuk usianya yang tua, ibu terserang penyakit kanker, mesti dirawat dirumah sakit, saya yang ada jauh di seberang samudra atlantik segera selekasnya pulang untuk menjenguk ibunda terkasih. Saya lihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya sesudah melakukan operasi. Ibu yang keliatan begitu tua, memandang saya dengan penuh kerinduan.
Meskipun senyum yang menyebar di berwajah berkesan agak kaku lantaran sakit yang ditahannya. Tampak dengan terang begitu penyakit itu menjamahi badan ibuku hingga ibuku tampak lemah serta kurus kering. Saya sembari memandang ibuku sembari berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali lihat ibuku dalam keadaan seperti ini. Namun ibu dengan tegarnya berkata : “Jangan menangis anakku, Saya tak kesakitan”
Sesudah mengatakan kebohongannya yang kedelapan, Ibuku terkasih tutup matanya untuk yang paling akhir kalinya.
Sekiranya bermanfaat tolong dibagikan artikel ini, semoga dicatat sebagai amal ibadah....Amin....!!
0 komentar:
Posting Komentar