Selasa, 21 Maret 2017

Sedekah, Antara Pahala dan ‘Balik Modal’

Dewasa ini, banyak sekali tausiyah-tausiyah yang berisikan anjuran bagi kita untuk bersedekah. Bersedekah dikatakan dapat menghapus dosa, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sedekah dapat menghapuskan dosa sebagaimana air memadamkan api.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, yang dishahihkan Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi).
Selain itu, mengeluarkan sedekah diyakini dapat memberikan keberkahan pada harta yang dimiliki, menghindarkan diri dari marabahaya, dan lain sebagainya.
CompassionDalam Al Qur’an Surah Al-Hadiid ayat 18, Allah berfirman, yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) bagi mereka; dan mereka akan mendapat pahala yang mulia.”
Apa yang terpapar di atas, hanya sebagian kecil dari keutamaan sedekah.
Nah, pernahkah kamu mendengar, bahwa bersedekah (menginfakkan harta) di jalan Allah akan menjadikan harta kita bertambah, bertambah, dan bertambah, tidak berkurang?
Baiklah, coba pahami Al-Qur’an dalam Surah Al-Baqarah ayat ke-261 di bawah ini, ya.
Allah SWT. berfirman, yang artinya:
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah Melipatgandakan bagi siapa yang Dia Kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.”
Apa yang diterangkan dalam ayat di atas telah menjadi jaminan dari Allah terhadap orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah. Namun, terkait kesempurnaan suatu amal ibadah tentu tergantung pada niat dari perbuatan yang dilakukan dan berdasarkan pada tujuan yang hendak dicapai dari dilakukan aktivitas (perbuatan) tersebut.
Sebagaimana yang tertera dalam kitab hadist Arba’in Imam An-Nawawi, hadist pertama yang kita temui, yaitu:
“Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khaththab radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
Nah, kesalahan besar dari apa yang selalu kita dengar dari tausiyah-tausiyah yang marak disampaikan, yang kemudian menjadikan banyak orang berlomba-lomba dalam bersedekah adalah karena ganjaran berlipatgandanya balasan di dunia dari apa yang disedekahkan.
Tidak jarang kita temui, seseorang menginfakkan hartanya agar kemudian Allah melipatgandakan apa yang ia keluarkan dengan ganti rezeki yang lebih berlimpah daripada sebelumnya (pernah nonton film singkat “Salah Sedekah” buatan DaQu Movie? Kalau pernah, pasti tahu apa yang saya maksudkan).
Lalu, apakah salah jika demikian?
Salah nggak salah, tapi tetap salah juga, sih, sebenarnya.
Ketika kita teliti lebih mendalam, aktivitas sedekah ini sesungguhnya termasuk dalam kategori perbuatan ibadah, sebagai salah satu bentuk amalan sunnah. Ia tergolong dalam aktivitas ibadah yang memiliki qimmah (nilai perbuatan) ruhiyah, yang memiliki ganjaran berupa pahala, bukan uang ataupun serba serbi keduniaan lainnya.
Aktivitas bersedekah tidak sama aktivitas berdagang yang nilai perbuatannya berupa materi (uang). Jangan samakan aktivitas sedekah dengan berdagang, yang qimmah-nya berupa materi, sehingga apa yang diperoleh ya tentu saja rezeki berupa uang dari hasil berdagang itu. Jadi, kalau kita bersedekah, namun tak kunjung mendapatkan ganti berupa rezeki yang berlimpah dari sebelumnya (seperti apa yang dilihat dalam film singkat “Salah Sedekah”), ya jelas saja, sedekah itu ‘kan aktivitas ibadah, bukan berjualan. Kok berharap balik modal?
Maka, jika kemudian kita memahami bahwa bersedekah termasuk dalam aktivitas ibadah, selayaknya kita melakukannya atas dasar niat untuk beribadah demi mengharapkan keridhaan Allah, sehingga (semoga) Allah berkenan membalasnya dengan ganjaran pahala yang berlipatganda sebagaimana yang tertera dalam Q.S. Al-Hadiid ayat 18 tadi.
Adapun terkait apa yang kita lihat dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 261,  “… Allah Melipatgandakan bagi siapa yang Dia Kehendaki…”. Yang saya pahami dari penggalan ayat tersebut yaitu adalah ketetapan Allah untuk menentukan siapa saja dari hambaNya yang akan memperoleh kenikmatan. Kita sebagai manusia hanya bisa berusaha, dan berusaha di sini tentu harus didasarkan pada niat yang benar yaitu hanya untuk mendapatkan ridha Allah sehingga (semoga) Allah pun akan ridha dalam memberikan balasan atas segala aktivitas yang kita lakukan.
Dan jika dibandingkan antara memperoleh kenikmatan dunia (entah berupa uang atau rezeki lainnya) yang sifatnya fana dengan limpahan pahala yang dapat membawa kita meraih surga, mana kiranya yang lebih kita harapkan?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Sedekah, Antara Pahala dan ‘Balik Modal’

0 komentar:

Posting Komentar